Laman

Sabtu, 27 April 2013

MATERI YANG DIATUR DALAM KONSTITUSI*


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak zaman Yunani Purba istilah konstitusi telah dikenal namun konstitusi itu masih diartikan secara materiil karena belum tertuang dalam naskah tertulis. Hal ini dapat dilihat pada pandangan Aristoteles yang membedakan arti politea dan nomoi.[1] Dalam kebudayaan Yunani terkenal pula sebuah pandangan yang berbunyi “Prinsep Legibus Solutus est, Salus Publica Suprema Lex”, yang berarti rajalah yang berhak menentukan organisasi/struktur negara, oleh karena, ia adalah satu-satunya pembuat undang-undang. Namun dalam era kekinian istilah konstitusi lebih dikenal dengan kata constitution (Inggris) yang berarti membentuk, constitutie (Belanda) yang berarti menyusun, constituer (Prancis) yang berarti membentuk.[2] Secara etimologis antara kata “konstitusi”, “konstitusional”, dan “konstitusionalisme” mempunyai makna yang sama, namun penggunaan maupun penerapannya berbeda.
Dalam beberapa pandangan konstitusi disamakan dengan Undang-Undang Dasar yang menjadi landasan suatu negara. Pandangan seperti ini dapat dilihat keliru karena khilafan menyamaratakan Undang-Undang Dasar dengan konstitusi. Konstitusi tidak hanya sebatas Undang-Undang Dasar yang begitu sempit dan juga tidak bersifat yuridis semata melainkan terdapat pula sifat sosiologis dan politis. Hal ini dikarenakan paham kodifikasi yang menghendaki seluruh aturan agar tertuang dalam sebuah naskah. Maka akan terlihat dengan jelas bahwa konstitusi tidak hanya sebatas Undang-Undang Dasar jika merujuk pada pandangan Hermann Heller[3] yang membagi konstitusi ke dalam tiga tahapan yakni sebagai berikut:
1.    Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die politische verfassung als geselschaftiche Rechtsverfassung) dan ia belum merupakan konstitusi dalam arti hukum dan masih merupakan pengertian sosiologis atau politis.
2.    Baru setelah orang mencari unsur-unsur hukumnya dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat itu untuk dijadikan sebagai satu kesatuan kaidah hukum, maka konstitusi itu disebut Rechtverfassung.
3.    Kemudian orang mulai menulisnya dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.
Sedangkan apa yang diartikan K.C. Wheare tentang konstitusi ialah sebagai resultante atau kesepakatan politik lembaga yang berhak menetapkannya sesuai dengan situasi poleksusbud[4]. Sedangkan menurut E.C.S. Wade dalam bukunya Constitutional Law, Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokoknya cara kerja badan-badan tersebut.[5] Jimly Asshiddiqie pun menegaskan bahwa konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaran suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut undang-undang dasar, dan dapat pula tidak tertulis.[6]
Dalam beberapa pandangan terdapat perbedaan dalam mengartikan konstitusi, namun pada dasarnya konstitusi tidak seharusnya diartikan secara sempit yang hanya tertuangan dalam sebuah naskah tertulis sehingga pahaman kodifikasi mengekang “pola pikir” konstitusi yang begitu luas.
Penyamaan pengertian konstitusi dan Undang-Undang Dasar telah dimulai sejak Oliver Cromwell (Lord Protector Republik Inggris 1649-1660) yang menamakan Undang-Undang Dasar sebagai Instrument of Government, yaitu bahwa Undang-Undang Dasar dibuat sebagai pegangan untuk memerintah suatu Negara.[7]
            Namun terlepas dari pada itu semua, Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum, seperti yang tertuang dalam perubahan ke tiga UUD 1945 pasal 1 ayat (3).  Oleh karenanya dibutuhkan suatu landasan hukum yang fundamental. Konstitusi dalam hal ini peraturan dasar dianggap penting bagi suatu Negara sebab terdapat materi-materi muatan asas-asas pokok yang tertulis yang menjadi landasan norma. Dengan ini pula, fokus kajian adalah materi-materi muatan yang terkandung dalam konstitusi sebagai peraturan dasar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja materi muatan yang dimuat dalam konstitusi Indonesia?
2. Mengapa materi tersebut perlu dimuat dalam konstitusi Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Materi Pokok Yang Termuat Dalam Konstitusi
       Hakikat keberadaan konstitusi dalam suatu negara menurut pendapat Jimly Asshiddiqie dan hasil kajian Komisi Konstitusi bahwa konstitusi berfungsi sebagai[8]:
1.        Dokumen nasional yang mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kesejahteraan, dan aspek fundamental yang menjadi tujuan Negara;
2.        Merupakan sumber hukum Negara;
3.        Identitas nasional dan lambang persatuan;
4.        Pelindung HAM dan kebebasan warga Negara;
5.        Pengatur hubungan kekuasaan antar organ Negara;
6.        Pengatur hubungan kekuasaan antar organ Negara dengan warga Negara;
7.        Pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan Negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan Negara;
8.        Penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (yang dalam sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ Negara;
9.        Pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation), serta sebagai center of ceremony;
10.    Pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti sempit hanya di bidang politik, maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial dan ekonomi;
11.    Sarana perekayasa dan pembaruan masyarakat (social engineering atau social reform)
Suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar pada dasarnya hanya memuat aturan-aturan pokok, baik berupa prinsip-prinsip hukum maupun berupa norma-norma hukum.
Menurut Miriam Budiardjo berpendapat bahwa setiap undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal sebagai berikut[9]:
1.    Organisasi Negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam Negara federal pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah Negara-negara bagian, prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya;
2.    Hak Asasi Manusia
3.    Prosedur mengubah undang-undang dasar
4.    Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar.
       Menurut Hans Kelsen menyatakan bahwa materi pokok undang-undang dasar atau konstitusi, meliputi[10]:
1.    Preamble;
2.    Determination of the contens of the future statue;
3.    Determination of the administrarives and judicial function;
4.    The “unconstitutional law”
5.    Constitutional prohibitions
6.    Bill of Right
7.    Guarantee of the Constitutions
       J.G. Steenbeek mengemukakan bahwa pada umumnya undang-undang dasar atau konstitusi memuat tiga materi pokok, yaitu[11]:
1.    Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga Negara
2.    Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamnetal.
3.    Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental
       Untuk menguraikan materi pokok yang diatur oleh konstitusi, kami akan menguraikan berdasarkan pendapat  J.G Steenbeek karena cukup komprehensif untuk menjelaskan materi muatan yang terdapat dalam UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu:
1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara
     Pasal-pasal yang mengatur adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia terdapat pada: Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28 A – Pasal 28 J, Pasal 29 ayat (2) dan Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 34 ayat (1).
2.    Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental
Di dalam UUD 1945 susunan ketatanegaraan yang fundamental terdiri dari 8 kelembagaan, yaitu:
a.    Majelis Permusyawaratan Rakyat, diatur di dalam Pasal 2;
b.    Dewan Perwakilan Rakyat, diatur di dalam Pasal 19, Pasal 20A ayat (2) – ayat (4), dan Pasal 22B;
c.    Dewan Perwakilan Daerah, diatur di dalam Pasal 22C dan Pasal 22D ayat (5)
d.   Presiden dan Wakil Presiden, diatur di dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 6, Pasal 6A dan Pasal 7; dalam kelembagaan ini termasuk juga lembaga Kementerian yang keberadaaannya diatur di dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (4);
e.    Badan Pemeriksa Keuangan, diatur di dalam Pasal 23E ayat (1) Pasal 23F dan Pasal 23G;
f.      Mahkamah Agung, diatur di dalam Pasal 24 ayat (2) Pasal 24A ayat (2) – ayat (5);
g.    Mahkamah Konstitusi, diatur di dalam Pasal 24C ayat (3) – ayat (6);
h.    Komisi Yudisial, diatur di dalam Pasal 24 B ayat (2) – ayat (4).\
3.    Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental
Pengaturan mengenai pembatasan dan pembagian kekuasaan lembaga-lembaga negara dalam susunan ketatanegaraan yang terdapat dalam UUD 1945:
a.    Majelis Permusyawaratan Rakyat, diatur Pasal 3, Pasal 7A, Pasal 7B ayat (6) dan ayat (7), Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3);
b.    Dewan Perwakilan Rakyat, diatur dalam Pasal 7B ayat (1) – ayat (3), Pasal 11 ayat (2), Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 14 ayat (2), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20A, Pasal 21, Pasal 22 ayat (2), Pasal 22A, Pasal 22B, Pasal 23 ayat (2), Pasal 23E ayat (2), Pasal 23F ayat (1), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (3), Pasal 24C ayat (3)
c.    Dewan Perwakilan Daerah, diatur dalam Pasal 22D ayat (1) – ayat (3), Pasal 23 ayat (2), Pasal 23E ayat (2) dan Pasal 23F
d.   Presiden, diatur dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7, Pasal 7C, Pasal 8 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (2), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24B ayat (3), Pasal 24C ayat (3). Sedangkan kewenangan menteri diatur di dalam Pasal 17 ayat (3)
e.    Badan Pemeriksa Keuangan, diatur dalam Pasal 23 E ayat (1) dan ayat (2)
f.      Mahkamah Agung, diatur dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 24A ayat (1)
g.    Mahkamah Konstitusi, diatur dalam Pasal 7B ayat (4) dan ayat (5), Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2)
h.    Komisi Yudisial, diatur dalam Pasal 24B ayat (1)
       Selain memuat tiga materi pokok diatas, UUD 1945 juga mengatur hal-hal lainnya, yaitu:
1.        Pembukaan,
2.        Sistem Pemerintahan, ketentuan ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1)
3.        Sumpah jabatan Presiden dan Wakil Presiden, ketentuan ini diatur dalam Pasal 9
4.        Pemerintahan Daerah, ketentuan ini diatur dalam Pasal 9
5.        Pemilihan Umum, ketentuan ini diatur dalam Pasal 22E
6.        Sistem Peradilan, ketentuan ini diatur dalam Pasal 24 ayat (1)
7.        Wilayah Negara, ketentuan ini diatur dalam Pasal 25A
8.         Kewarganegaraan dan Kependudukan, ketentuan ini diatur dalam Pasal 26
9.        Agama, ketentuan ini diatur dalam Pasal 29 ayat (1)
10.    Pertahanan dan Keamanan, ketentuan ini diatur dalam Pasal 30 ayat (2)
11.    Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial, ketentuan ini diatur dalam Pasal 33 ayat (1) – ayat (5)
12.    Pendidikan dan Kebudayaan, ketentuan tentang Pendidikan diatur dalam pasal 31 ayat (2) – ayat (5). Ketentuan tentang Kebudayaan diatur dalam Pasal 32.
13.    Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, ketentuan tentang Bendera diatur dalam Pasal 35. Ketentuan tentang Bahasa diatur dalam Pasal 36. Ketentuan tentang Lambang Negara diatur dalam Pasal 36A.Ketentuan tentang lagu kebangsaan diatur dalam Pasal 36B. Ketentuan lebih lanjut tentang Bendera, Bahasa, dan Lamabang Negara serta Lagu Kebangsaan diatur dalam Pasal 36 C.
14.    Perubahan UUD, ketentuan ini diatur dalam Pasal 37 ayat (1) – ayat (4)
15.    Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan. Aturan peralihan terdiri dari 3 (tiga) pasal, sedangkan aturan tambahan terdiri dari 2 pasal.

B. Perlunya Materi Muatan tersebut diatur dalam Konstitusi
            Apabila masing-masing materi muatan tersebut kita kaji bersama, maka kita akan menemukan perlunya  materi muatan tersebut dimuat dalam konstitusi, di bawah ini dijelaskan mengapa materi muatan tersebut perlu di muat dalam konstitusi;
1.      Pengaturan Bentuk Negara
Pengaturan bentuk Negara perlu diatur dalam konstitusi yaitu untuk memperjelas bagaimana bekerjanya Negara, tata hukum dan pengaturan kekuasaan  Negara. Dilihat dari bentuknya Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, penerapannya adalah tidak ada Negara dalam Negara maksudnya adalah Indonesia tidak terdiri dari Negara-negara bagian melainkan Indonesia terbagi atas daerah-daerah provinsi. Penegasan pernyataan bentuk Negara Indonesia diatur pula dalam pasal 18 UUD 1945 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah-daerah propinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2.      Pengaturan pengakuan dan perlindungan HAM
Kepentingan paling mendasar dari setiap warga Negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia. Oleh karena itu, Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan materi inti dari naskah undang-undang dasar negara modern. HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[12]Artinya, yang dimaksud sebagai HAM adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia.[13]
Oleh karena itu, materi pengaturan mengenai pengakuan dan perlindungan HAM dipandang perlu untuk diatur dalam konstitusi karena mengenai pengakuan dan perlindungan HAM merupakan hal dasar yang harus ada dalam konstitusi (tata hukum), agar mempunyai legitimasi yang kuat sehingga dalam penerapan perlindungan terhadap HAM mempunyai dasar hukum yang kuat.
Pasal-pasal tentang hak asasi manusia itu sendiri, terutama yang termuat dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, pada pokoknya berasal dari rumusan TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian isinya menjadi materi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, untuk memahami konsepsi tentang hak-hak asasi manusia itu secara lengkap dan historis, ketiga instrumen hukum UUD 1945, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tersebut dapat dilihat dalam satu kontinum[14]. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan tentang hak-hak asasi manusia yang telah diadopsikan ke dalam sistim hukum dan konstitusi Indonesia itu berasal dari berbagai konvensi internasional dan deklarasi universal tentang Hak Asasi Manusia serta berbagai instrumen hukum internasional lainnya[15]. Hal tersebut sesuai dengan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 di dalam konsideren “Menimbang” menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia patut menghormati hak asasi manusia yang termaktub dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa serta berbagai instrumen Internasional lainnya mengenai hak asasi manusia.[16] Oleh karena HAM diatur dikarenakan mengikuti konvensi HAM international yang juga disepakati oleh Indonesia dan harus diatur dalam konstitusi sebab harus menjadi aturan dasar dalam perlindungan HAM. Untuk itulah dalam perubahan undang-undang perlu dimasukannya aturan mengenai konvensi HAM internasional dalam konstitusi indonesia.
3. Pengaturan struktur negara disertai pembagian dan pembatasan kekuasaannya
Mengenai pengaturan materi struktur Negara beserta pembatasan dan pembagian kekuasaan bertujuan agar memperjelas struktur organisasi Negara beserta tugas pokok dan fungsi lembaga-lembaga yang terdapat dalam struktur Negara tersebut, selain itu pembagian dan pemisahan kekuasaan juga perlu agar tidak terjadinya overlapping (tumpang tindih kekuasaan). Selain itu sesuai dengan ide atau gagasan dari Montesquieu mengajarkan dalam suatu negara harus ada pemisahan kekuasaan antar satu dengan kekuasaan yang lain (Separation of Power).


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.    Materi muatan konstitusi pada umumnya, yaitu
a.    Ditetapkannya susunan ketatanegaraan secara fundamental,
b.    Ditetapkannya pula hubungan kewenangan antara susunan ketatanegaraan secara fundamental,
c.    Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.
2.    Perlunya materi muatan diatur dalam konstitusi dikarenakan materi muatan tersebut sangat fudamental, yang mengatur hal-hal dasar misalnya, pengaturan bentuk Negara, memperjelas bagaimana bekerjanya Negara, tata hukum dan pengaturan kekuasaan Negara. Selanjutnya pengaturan mengenai Perlindungan HAM, karena Kepentingan paling mendasar dari setiap warga Negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia. serta adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan untuk memperjelas struktur organisasi Negara beserta tugas pokok dan fungsi serta kewenangan lembaga-lembaga agar tidak terjadi overlapping (tumpang tindih kekuasaan).

 * Dipresentasikan oleh Hasnia, Yan Fathahillah Purnama, Andryka Syayed Achmad Assagaf, Zulkarnain B. Hakim, Masri Adam, Diyah Watoeti Astarina & Hendry Lucter P pada mata kuliah Teori dan Hukum Konstitusi yang diampuh oleh Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D - Sardjuki, S.H., M.H. - Andi Sandy, S.H., LL.M
  
DAFTAR PUSTAKA

Asshidiqqie, Jimly, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Kerja Sama Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jakarta.

______,2008, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Konstitusi dan Hak Asasi           Manusia, Jakarta.

Bachr, Peter, Pieter van Dijk, Adnan Buyung Nasution, dkk, (eds.), 2001,                                      Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta, Yayasan                   Obor Indonesia.

Fadjar, Abdul Mukhtie, 2006, Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi,           Konstitusi Pers, Jakarta.

Handoyo, B. Hestu Cipto, Hukum Tata Negara Indonesia,  Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2009Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil, 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini, Rineka Cipta, Jakarta.

Ismatullah, Dedi dan Beni Ahmad Saebani, 2009, Hukum Tata Negara Refleksi Kehidupan Ketatanegaraan Di Negara Republik Indonesia, Pustaka Setia, Jakarta.

Mahfud MD, 1999, Hukum dan Pilar – Pilar Demokrasi,Gama Media,    Yogyakarta.

______, 2009, Konstitusi dan Hukum Dalam Kontroversi Isu,

Romi, Urgensi Eksistensi Konstitusi dan Materi Muatan Undang-Undang Dasar    Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jurnal Universitas Mahaputera Mohammad Yamin, Padang.

Satya Arinanto, 2003, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta, Pusat Studi HTN FHUI.

Thaib Dahlan dan Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, 2008, Teori dan Hukum Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wade and Philips, G. Godfrey, Constitutional Law, An Outline of the Law and       Practice of the Constitutional, Including Central and Local Goverment,     the Citizen and the state and administrative. Seventh ed, by E.C.S. Wade            and A.W. Bradley, London, Longmans, 1965.

Wheare, K.C, 1991, Konstitusi – Konstitusi Modern, Oxford University Press.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi     Manusia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan    Hak Asasi Manusia





[1] C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal. 54.
[2] Dedi Ismatullah dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Tata Negara Refleksi Kehidupan Ketatanegaraan Di Negara Republik Indonesia, Pustaka Setia, Jakarta, 2009, hal. 227.
[3] C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, hal. 56.
[4] Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan hukum dalam kontroversi isu, 2009
[5] Wade and Philips, G. Godfrey, Constitutional Law, An Outline of the Law and Practice of the Constitutional, Including Central and Local Goverment, the Citizen and the state and administrative. Seventh ed, by E.C.S. Wade and A.W. Bradley, London, Longmans, 1965.
[6] Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme, Kerja Sama Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 16.
[7] Lihat, C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, hal, 57, dan lihat pula Dedi Ismatullah dan Beni Ahmad Saebani, hal. 230.
[8] Romi, Urgensi Eksistensi Konstitusi dan Materi Muatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jurnal Universitas Mahaputera Mohammad Yamin, Padang, hal. 7
   [9] Ibid., hal. 8
  [10] Ibid., hal. 9
[11] Ibid., hal. 9
   [12] Lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
 [13]Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2008, hal.6
   [14] Lihat Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta, Pusat Studi HTN FHUI, 2003, hal. 21-30.
[15]  Baca Peter Bachr, Pieter van Dijk, Adnan Buyung Nasution, dkk, (eds.), Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2001.
[16] Handoyo, B. Hestu Cipto, Hukum Tata Negara Indonesia,  Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar